Powered By Blogger

succes men

succes men
ngasi sambutan nie

Sabtu, 01 Mei 2010

uji kesehatan benih


1.1 Latar Belakang
Patogen pada benih dapat mengganggu perkecambahan dan pertumbuhan benih dengan demikian merugikan kualitas dan kuantitas hasil. Kulit benih dan struktur disekitarnya dapat mempengaruhi kemampuan perkecambahan benih melalui penghambatan terhadap penyerapan air, pertukaran gas, difusi inhibitor endogenous atau penghambatan pertumbuhan embrio. Sementara jika penghambatan perkecambahan terjadi pada benih yang tidak mempunyai kulit keras atau tidak memerlukan skarifikasi untuk penyerapan air, maka kemungkinan penyebabnya adalah penghambat bagian lain dari benih misalnya endosperma (Watkins dan Cantliffe, 1985). Selanjutnya dinyatakan pula bahwa tingkat hambatan endosperma dalam benih dipengaruhi oleh lama imbibisi, suhu perkecambahan, ketersediaan oksigen dan perlakuan pada benih.
Benih yang digunakan sebagai sarana budidaya harus memiliki kekuatan tumbuh dan daya kecambah yang tinggi sehingga mampu mencapai produksi yang optimum. Akan tetapi keadaan ini bisa saja berubah jika benih tersebut setelah dipanen tidak langsung digunakan atau ditanam tetapi disimpan dalam jangka waktu tertentu. Penyimpanan akan menyebabkan perubahan kandungan kadar air dari suatu biji yang nantinya keadaan ini akan mempengaruhi laju kemunduran benih tersebut. Bahkan pada benih yang tergolong rekalsitran penurunan viabilitasnya sangat dipengaruhi oleh perubahan kadar air benih dibawah atau di atas kadar air kritiknya (King dan Robert, 1980)
Cendawan, bakteri, virus, dan serangga yang bermula dari infeksi yang terbawa oleh benih. Dapat merusak setelah tanaman hidup dilapang. Uji kesehatan benih umumnya pemeriksaan ditekankan pada cendawan atau bakteri patogen baik yang berasal dari lapang maupun dari gudang penyimpanan yang bersifat xerophytic. Uji kesehatan benih hanya memberikan suatu informasi tentang kemungkinan adanya resiko.
Benih bermutu merupakan benih berkualitas yang memiliki standar mutu baik secara fisik, fisiologis, dan genetis yang berlaku secara internasional yang ditetapkan oleh Internasional Seed Testing Association (ISTA). Salah satu aspek pengujian benih adalah pengujian mutu fisik benih dan mutu fisiologis benih. Aspek pengujian mutu fisik benih dilakukan terhadap kemurnian benih dan kadar air benih, sedangkan aspek pengujian mutu fisiologi benih dilakukan terhadap daya kecambah (viabilitas benih) dan kekuatan tumbuh (vigor) benih (Anonim, 2003).
Pengujian benih dalam kondisi lapang biasanya kurang memuaskan karena hasilnya tidak dapat diulang dengan konsisten. Karena itu, pengujian dilaboratorium dilaksanakan dengan mengendalikan faktor lingkungan agar mencapai perkecambahan yang teratur, cepat, lengkap bagi kebanyakan contoh benih. Kondisi yang terkendali telah distandarisasi untuk memungkinkan hasil pengujian yang dapat diulang sedekat mungkin kesamaannya. Terdapat bermacam-macam metode uji perkecambahan benih, setiap metode memiliki kekhususan tersendiri sehubungan dengan jenis benih diuji, jenis alat perkecambahan yang digunakan, dan jenis parameter viabilitas benih dinilai. (Anonim, 2003). Berdasarkan substratnya, metode uji perkecambahan benih dapat digolongkan kedalam menggunakan kertas, pasir dan tanah.

1.2 Tujuan praktikum
1. Untuk mengetahui pengujian kesehatan benih atau biji terhadap cendawan, bakteri, virus dan serangga.
2. Untuk mengetahui macam-macam metode uji kesehatan benih.
3. Melakukan dan mengenal spesifikasi berbagai metode pengujian viabilitas benih serta menjelaskan kriteria kecambah normal dan abnormal.





BAB 2. METODELOGI



2.1 Bahan dan Alat
Bahan dan alat yang digunakan terdiri dari :
1. Benih kedelai
2. Substrat kertas
3. Aquades
4. Pinset
5. Petridish
6. Pasir
7. Bak 20 X 30 cm

2.2 Cara Kerja Pemeriksaan Dengan Cara Inkubasi
2.2.1 Metode Kertas
1. Menyiapkan petridish steril dan memasukan kertas steril dalam petridish tersebut yang ukurannya sesuai dengan ukuran petridish yang telah di basahi dengan air steril.
2. Menaburkan benih yang akan diuji sesuai dengan kapasitas volume petri yang akan digunakan secara teratur (25-100), kemudian ditutup.
3. Menginkubasikan pada suhu 20-280C selama 7-8 hari lengkapi dengan lampu UV, TL 40 watt dengan cara 40 cm dari benih, dan beri penerangan dan penggelapan selama 12 jam secara bergantian.
4. Selama waktu inkubasi jaga kelmbaban kertas dalam petri dengan cara menambahkan air steril dalam kertas tersebut.
5. Amati setiap benih yang menunjukkan adanya gejala pertumubuhan patogen dengan menggunakan mikroskop steril benokuler.
6. Mencatat semua patogen yang tumbuh dan gambar morfologi sel atau koloni patogen tersebut, cocokkan denga kunci determinasi


2.2.2 Metode Agar
1. Menyiapkan media maltose ekstrak agar (MEA) atau potato desrosa agar (PDA) dalam petridist yang sudah steril.
2. Memasukkan benih yang akan diuji dalam media (untuk benih ukuran kecil dapat diuji 10 butir, ukuran besar 5-7 butir) setiap petri.
3. Inkubasikan pada suhu 20-28oC selama 5-7 hari.
4. Mengamati serangan patogen (jamur atau bakteri).
5. Menghitung masing-masing benih yang terserang jamur atau bakteri dan hitung persentase serangannya. Sejak masa inkubasi 2-7 hari, dengan cxara mengambil benih-benih yang terserang patogen dan dibuang.
6. Catat data hasil pengamatan dan masukkan dalam table pengamatan.

2.2.3 Metode Inkubasi Pasir
1. Menyiapkan benih yang akan diuji (kedelai 25 biji) setiap bak pasir.
2. Menyiapkan pasir yang steril.
3. Memasukkan dalam bak plastic ukuran 20 x 30 cm, tambahkan air untuk kelembaban.
4. Menanam benih pada media tersebut dengan jarak tertentu secara teratur.
5. Inkubasikan pada ruangan yang terkena cahaya matahari selama 5-8 hari.
6. Mengamati setiap 2 kali sehari, pisahkan biji-biji yang terserang patogen dan hitung jumlahnya, masukkan dalam table pengasmatan.
7. Hitung persentase serangan.










BAB 3. HASIL DAN PEMBAHASAN



3.1 Hasil Pengamatan

3.1.1Metode kertas
Macam yang di Amati Ulangan/Hari
1 2
2 3 4 5 6 7 2 3 4 5 6 7
∑ Benih yang Berkecambah - - - 25 - - - - - 23 - -
Pertumbuhan Jamur - 1 - 9 - - - 1 - 10 - -
Benih Busuk - 1 - - - - - - - 1 - -
Benih Abnormal - - - - - - - - - - - -
Benih Pecah - - - - - - - - - 1 - -

3.1.2 Metode Agar
Macam yang di Amati Ulangan/Hari
1 2
2 3 4 5 6 7 2 3 4 5 6 7
∑ Benih yang Berkecambah - 1 - 14 - - - 2 - 10 - -
Pertumbuhan Jamur 1 3 - 10 - - - 3 - 11 - -
Benih Busuk - 1 - 2 - - - 1 - 5 - -
Benih Abnormal - - - - - - - - - - - -
Benih Pecah - - - 11 - - - 1 - 10 - -

3.1.3 Metode Pasir
Macam yang di Amati Ulangan/Hari
1
2 3 4 5 6 7
∑ Benih yang Berkecambah - 1 - 14 - -
Pertumbuhan Jamur 1 3 - 10 - -
Benih Busuk - 1 - 2 - -
Benih Abnormal - - - - - -
Benih Pecah - - - 11 - -


3.2 Pembahasan
Berdasarkan pada tujuan dan hasil pengamatan dalam praktikum mengenai “ Pengujian Kesehatan Benih Atau Biji “ dari ketiga cara yang digunakan mengalami pertumbuhan yang normal. Perkecambahan biji adalah kulminasi dari serangkaian kompleks proses-proses metabolik, yang masing-masing harus berlangsung tanpa gangguan. Tiap substansi yang menghambat salah satu proses akan berakibat pada terhambatnya seluruh rangkaian proses perkecambahan. Proses perkecambahan terjadi melalui beberapa tahap yaitu:
1. Imbibisi
Air merupkan kebutuhan dasar utama untuk perkecambahan. Air masuk ke dalam biji melalui proses imbibisi..
2. Pengaktifan enzim dan hormon
Setelah air masuk maka enzim dan hormon tertentu menjadi aktif seperti enzim a-amilase, protease dan fosfotase
3. Proses perombakan cadangan makanan
Enzim-enzim yang dihasilkan tersebut akan mengkatalis cadangan makanan menjadi gula, asam amino dan nukleotida yang mendukung tumbuhnya embrio selama perkecambahan dan pertumbuhan embrio.
4. Pertumbuhan awal embrio
Pertumbuhan awal embrio selama proses perkecambahan ditandai dengan meningkatnya bobot kering dari komponen embrio. Cadangan makanan berfungsi sebagai sumber nutrisi bagi proros embrio yang akan tumbuh dan berkembang.
5. Pecahnya kulit benih dan munculnya akar
Pecahnya kulit benih dan munculnya akar menunjukkan proses perkecambahan sudah berlangsung lengkap.
6. Pertumbahan kecambah
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perkecambahan menurut Linn, T.G., (2005) yaitu :
1. Air
Air merupakan salah satu faktor penting yang diperlukan bagi berlangsungnya proses perkecambahan benih. Banyaknya air yang Melakukan Pengujian Benih diperlukan untuk masing-masing benih untuk dapat berkecambah bervariasi, tergantung kepada jenis benih. Umumnya keperluan air untuk berkecambah tidak melampaui dua atau tiga kali berat keringnya atau kadar akhir setelah mengalami imbibisi mencapai 50-60%. Air yang diberikan pada perkecambahan benih berfungsi sebagai berikut :
a. Air yang diserap oleh benih berguna untuk melunakkan kulit benih dan menyebabkan berkembangnya embrio dan endosperm.
b. Air berguna untuk mengaktifkan protoplasma sehingga dapat mengaktifkan proses pencernaan, pernafasan, asimilasi dan tumbuh.
c. Air sebagai alat transportasi larutan makanan dari endososperma atau kotilendon ke titik tumbuh pada embrio.
2. Temperatur
Setiap jenis benih untuk dapat berkecambah dengan baik membutuhkan temperatur yang berbeda.
3. Oksigen
Benih selama masih hidup akan melakukan respirasi. Pada saat perkecambahan berlangsung proses respirasi akan meningkat yang disertai dengan meningkatnya pengambilan oksigen dan pelepasan karbon dioksida air, dan energi panas. Terbatasnya persediaan oksigen akan berakibat pada proses perkecambahan menjadi terlambat.
4. Cahaya
Cahaya mempengaruhi respon perkecambahan dalam hal ini akan menimbulkan reaksi yang merangsang perkecambahan.
Umumnya benih dalam perkecambahan berada pada temperatur atau kelembaban optimum pada kisaran antara 26,5–350 C. Pada kelembaban ini sistem enzym dapat berfungsi dengan baik dan stabil untuk waktu lama, sehingga berkecambahnya benih dapat terpacu dengan baik. Pada kelembaban minimum antara 0–50 C kebanyakan benih mengalami chilling hingga menghambat aktifitas kerja enzim sehingga benih menjadi rusak dan bahkan mati tidak berkecambah. Untuk jenis benih tanaman musim dingin kelembaban minimumnya 4,50 C. dan untuk benih tanaman musim panas kelembaban minimumnya 10 – 150 C. Adapun kelembaban tertinggi kebanyakan benih masih dapat berkecambah adalah antara 30 – 400 C, namun Melakukan Pengujian Benih pada temperatur maximum antara 450 C, 480 C akan mengakibatkan benih tidak dapat berkecambah akibat suhu tinggi.
Pada dasarnya struktur perkecambahan dapat dibedakan menjadi dua yaitu tipe struktur perkecambahan epigeal dan hypogeal. Pada tipe epigeal kotiledon ikut terangkat ke atas permukaan tanah pada saat terjadi proses perkecambahan. Sedangkan pada tipe hypogeal kotiledon tetap tinggal dibawah perukaan tanah. Terangkatnya kotiledon pada struktur kecambah epigeal disebabkan oleh pertumbuhan dan pemanjangan hipokotil yang menembus permukaan tanah. Pada saat ini kotiledon berfungsi sebagai pelindung plumule dari kerusakan yang disebabkan pergeseran dengan tanah (Kamil, 1986). Pada benih kacang tanah yang digunakan sebagai bahan praktikum diketahui bahwa kotiledonnya ikut terangkat ke atas permukaan media tanam sehingga dapat dikatakan bahwa tipe perkecambahannya tergolong dalam tipe perkecambahan epigeal. Sedangkan pada benih jagung tipe perkecambahannya adalah tipe hypogeal karena kotiledonnya tidak ikut terangkat ke atas permukaan media tanam.














BAB. KESIMPULAN


Berdasarkan pada hasil dan pembahasan kami dapat menrik beberapa simpulan diantaranya :
1. Proses perkecambahan terjadi melalui beberapa tahap yaitu: Imbibisi, pengaktifan enzim dan hormone, proses perombakan cadangan makanan, pertumbuhan awal embrio, pertumbahan kecambah dan pecahnya kulit benih serta munculnya akar
2. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perkecambahan yaitu: air, cahaya, oksigen dan temperatur.
3. Metode uji agar memberikan hasil yang lebih baik dari pada metode pasir dan kertas, baik dalam hal kecepatan, keserempakan dan daya berkecambah.
4. Tipe perkecambahan benih kedelai tergolong dalam tipe perkecambahan epigeal.





















DAFTAR PUSTAKA


Anonim. 2003. Pengujian Benih. (online). (http://202.152.31.170/modul/pertanian/budidaya_tanaman/budidaya_tanamn/melakukan_pengujian_benih.pdf, diakses tanggal 05 April 2008)

Heydecker, W. 1972. Seed Ecology. The Pennsylvania State University Press, University Park and London. pp 1-3

Kamil, J. 1986. Teknologi Benih I. Angkasa Raya. Padang

Sutopo, L. 1985. Teknoplogi Benih. CV. Rajawali. Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar